Geliat si Cantik dari Sembalun: Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi Melalui Kentang

Website Instan

Oleh: Nurul Hilmiati

[Sasak.Org] Siapa yang tidak kenal dengan Sembalun di era 1980-an sampai pertengahan 1990an? Sembalun, desa molek di kaki Rinjani terkenal sebagai desa makmur yang mampu mengirimkan ratusan calon jama’ah haji tiap tahun dari hasil pertanian bawang putih. Kesuna Sembalun sangat terkenal memiliki nilai ekonomis tinggi sangat itu, seorang petani yang turun gunung membawa sekarung Kesuna bisa pulang mengendarai mptpr terbaru zaman itu. bahkan Presiden Soeharto manruh perhatian khusus pada desa ini dengan membangunkan jaringan komunikasi tercanggih saat itu.Tapi itu adalah cerita kejayaan Sembalun tempo dulu yang masih diceritakan papuk-papuk pada cucunya yang melingkar di bawah sambi yang sudah kian punah. Seiring dengan lengsernya Pak Soeharto, entah kebetulan atau tidak, Kesuna Sembalun juga mulai diserbu oleh hantaman penyakit busuk akar, tanah pertanian Sembalun juga sudah jenuh karena ditanami Kesuna secara terus menerus, butuh waktu puluhan tahun untuk mengembalikan kondisi fisik dan hara tanah agar sehat kembali. Perlahan-lahan pijar Sembalun mulai pudar karena produksi kesuna mulai kalah bersaing dengan bawang putih impor. Akhirnya Sembalun gema sembalun hilang bagai di telan Bumi. Bahkan dari tahun 1997-2005 Sembalun dilupakan oleh semua orang, termasuk juga oleh para Datu. Tidak ada lagi orang Dinas yang mau “naik”. Padahal dulu setiap bulan ada saja acara para pejabat disana, entah resmi atau pun tidak resmi, kata H. Ferry, salah satu petani Sembalun yang merasakan jatuh bangunnya perekonomian petani disana. Semua Bank dan BPR menutup pintu rapat-rapat untuk petani Sembalun yang akan mengajukan kredit, padahal dulu mereka paling rajin menawarkan berbagai produk kredit.

Gb 1: Dusun Sembalun Lawang di waktu sore.

Awan gelap membayangi petani Sembalun sejak 1997-2005. Kesuna sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk menopang agar tungku dapur mengepul setiap hari. Tanaman sayuran yang diusahakan petani juga lebih sering mengalami kegagalan. Kalapun produksinya tinggi, harga di pasaran biasanya tidak pernah berhasil menutupi biaya produksi karena hamper semua petani menanam satu jenis sayuran pada saat yang hampir bersamaan sehingga terjadi over produksi. Masih menurut H. Ferry, pada masa itu, kalau musim tomat Sembalun akan menjadi lautan tomat, sementara kalau musim kubis, Sembalun akan banjir kubis karena sulitnya pemasaran. Desa Sembalun pun memasuki masa kegelapan ekonomi. Tak ada lagi raungan sirine pengantar bus jama’ah calon haji turun gunung, tak ada lagi tembolaq parabola yang dulu mereka nikmati saat desa di Pujut masih gelap gulita. Sembalun terpuruk.

Gb 2: Kabut pagi yang memeluk mesra baris-baris tanaman kentang

Di tengah keputus-asaan para petani disana, adalah seorang pejuang desa itu bernama Winardi yang selalu bermunajat dan merenung jalan apa kiranya yang bise menyelamatkan desa ini dari lembah keterpurukan ekonomi. Pendek cerita, dengan ijin Allah, tahun 2005 melaui seorang abdi BPTP dipertmukanlah Pak Minardi dengan PT. Indofood yang menjajaki kerjasama menanam kentang Atlantis dengan pola kemitraan. Dengan semangat menggelora Pak Minardi menyanggupi tawaran tersebut walaupun ketika ia kembali ke Sembalun hanya 6 orang petani yang mau diajak menanam kentang. Itu pun dengan segala cercaan, cemoohan bahkan perpecahan keluarga. Pak Minardi dianggap gila, bodoh dan menjadi kacung perusahaan. Tapi dia tidak gentar. Enam orang pioneer itu memulai dengan hanya 60 are yang notabene pada tahun pertama mereka gagal total karena menenam kentang adalah hal yang sama sekali baru bagi mereka. Melihat kegagalan ini semakin menjadi-jadilah cemoohan dan cercaan petani lain yang tidak mau ikut. Tapi mereka pantang menyerah, mereka tahu mereka gagal karena belum berhasil mengetahui seluk beluk menanam kentang, karena itu mereka bertekad mereka harus belajar dan berhasil. Mereka pun mencari semua sumber ilmu tentang kentang, bahkan hingga ke seberang lautan.

Setelah dua tahun kemudian, jerih payah mereka mulai membuahkan hasil. Panen mereka sekarang sudah bisa mencapai 18x lipat dari bibit yang disuplai oleh perusahaan. Menurut H. Ferry, bila hasil panen hanya 6x lipat saja, kita sudah pak-pok, artinya biaya produksi dari perusahaan sudah bisa terbayar. Kalau 18 x lipat artinya sisanya itu menjadi keuntungan petani. Perlahan tapi pasti, senyum pun mulai merekah dari wajah petani-petani pejuang itu. dan…berduyun duyunlah petani lain yang mendatangi pak Minardi untuk diikutkan pada kerjasama kemitraan kentang.

Gb 3: hasil panen kentang

BPTP juga tidak mau kalah memberikan andil, melihat ada komponen teknologi yang dilihat bisa mengurangi ketergantungan petani pada perusahaan dan bisa meningkatkan penerimaan petani, disuplailah beberapa teknologi sederhana disana seperti pembuatan kompos. Proses bembelajaran pembuatan kompos di masyarakat sembalun juga hampir mirip dengan perjalanan si kentang. Ketika H. Ferry membuat kompos, semua orang mentertawakannya mengumpulkan kotoran sapi. Namun cemoohan itu berubah menjadi rasa ingin tahu dan mengikuti begitu melihat hasil kompos untuk menanam kentang bisa mengurangi biaya produksi jutaan rupiah.

Kalangan wanita juga tidak luput dari bidikan BPTP. Melihat saat panen kentang banyak hasil sortiran yang belum dimanfaatkan optimal, diintroduksikanlah teknologi sederhana pembuatan keripik dan kerupuk kentang.

Mendengar hiruk pikuk kentang mulai berdengung di lereng gunung, para datu pun mulai tersentak. Serta merta mereka ingin membuat proyek lagi disana. Msayarakat sembalun tentu saja menerima segala perhatian para Datu ini, sambil saling berbisik diantara mereka, semoga Datu kita ikhlas memberikan perhatian dan tidak lagi meninggalkan kita saat kilau mentari mulai redup dan terbenam di ufuk barat.

Sekarang, bila anda sempat mampir dan singgah di rumah salah satu petani di sembalun, pasti anda akan disuguhkan lezat dan gurihnya kerupuk dan keripik kentang hasil buatan mereka sendiri. Kerupuk dan keripik itu semakin terasa nikmat karena dari wajah petani-petani itu terpancar senyum tulus petani pejuang dari lereng gunung.

Gb 4: diantara pejuang-pejuang itu

(Tulisan ini didedikasikan untuk petani-petani pejuang dari lereng Rinjani).

SimpleWordPress

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here